SEBUAH CERPEN
"Ayo Bu kita pulang!" Nasrul menyentuh pundakku lembut. Aku mengusap nisan suamiku, menghapus air mataku dan bergegas berdiri meninggalkan makamnya. Udah puas aku menyampaikan semuanya di makam suamiku tadi.
Hari ini adalah hari wisuda Nasrul menjadi dokter. Rasanya bahagia sekali sudah selesai tugasku mengantar keempat anakku menjadi orang. Alhamdulillah aku berhasil juga menunaikan tugasku menjalankan amanah almarhum suamiku untuk membimbing anak-anakku sampai berhasil meraih cita-citanya.
Teringat semua perjuanganku membesarkan mereka, apapun kulakukan asal halal, bahkan sampai kepala menjadi kaki dan kaki menjadi kepala. Mungkin almarhum tidak akan menduga aku harus mengalami semua ini. Tapi tidak apa-apa aku ikhlas melakukan semua ini. Aku tidak pernah berpikir tentang air susu yang dibalas air tuba. Aku selalu positif thinking dengan apa yang aku alami. Tidak pernah berpikiran jelek dan tidak mau bersuudzon. Begitilah. Satu lagi aku selalu memaafkan orang-orang yang kuanggap menyakitiku. Agat hidupku tenang.
Karena pengalaman kakaknya yang tak kunjung dikaruniai anak, akhirnya setelah dua tahun tak kunjung hamil juga, aku dan suamiku memutuskan mengadopsi anak dari panti asuhan. Proses yang ribet kami jalani dengan ikhlas karena kami ingin sekali mempunyai anak. Dan untunglah kami memutuskan mengadopsi, karena ternyata aku dikaruniai anak setelah tujuh tahun kemudian.
Hingga ketika suamiku meninggal, Wisnu anakku yang pertama sudah kuliah. Dalam sakitnya Suamiku mengatakan bahwa dia berharap wisnu akan menggantikan suamiku menjadi tulang punggung keluarga. Karena anakku masih kecil-kecil.
Tetapi siapa yang menduga ternyata tak semulus itu jalan yang harus kulalui. Ketika Wisnu sudah selesai sekolah hukumnya dan menjadi notaris terkenal, ketika waktunya dia bertanggung jawab membantu aku membiayai adik-adiknya, ternyata Wisnu menemukan orang tua kandungnya. Dan malangnya lagi Wisnu lebih memilih mengikuti orang tua kandungnya daripada tinggal bersamaku. Hancur hatku saat itu rasanya, lebih hancur daripada ketika ditimggal suamiku meninggal hiks..
Ternyata dulu orang tua Wisnu yang pejabat terkenal itu hamil diluar nikah. Sehingga mereka malu dan memutuskan menitipkan Wisnu di panti asuhan tempat aku memungutnya. Memang susah aku mengurus adopsinya karena Wisnu masih punya orang tua walaupun tidak mengakuinya. Tetapi entahlah aku dan suamiku sudah terlanjur jatuh cinta melihat wisnu kecil, sehingga ketika ditawari anak yang lain aku tidak mau. Aku hanya mau mengadopsi Wisnu, bukan yang lainnya. Aku keuekeuh hanya mau wisnu. Petugas panti akhirnya mengabulkan dengan resiko suatu saat ada kemungkinan Wisnu akan diambil orang tuanya. Dan malangnya nasibku, ternyata itu benar terjadi.
Tetapi bagaimanapun aku memohon, Wisnu tak bergeming. Orang tua kandungnya yang lebih kaya dan terhormat tentulan lebih dia pilih daripada aku ibu angkatnya yang miskin. Sering aku protes kemana saja mereka ketika aku membesarkan wisnu, sekarang setelah wisnu menjadi orang, menjadi notaris terkenal, seenaknya mereka datang mengakui wisnu sebagai anaknya.
Sakit rasa hatiku, benar-benar seperti air susu dibalas air tuba. Tetapi aku yakin Allah tidak tidur, aku percaya semua akan ada balasannya. Aku memutuskan mengikhlaskan apa yang dilakukan Wisnu dan orang tuanya. Aku membesarkan anak-anakku sendirian hingga alhamdulillah kini semua sudah menjadi orang sukses.
Aku percaya selalu ada rezeki untukku karena aku membesarkan anak yatim. Rezeki tidak akan tertukar dan Allah juga maha Adil. Aku sudah membuktikannya. Semua jerih payahku membesarkan anak-anak tidak sia-sia, walaupun Wisnu tidak membantuku sama sekali. Biarlah Allah yang membalasnya.
Posting Komentar
Tengkyu udah blog walking here and nyempetin comment yaa...
Hakuna Matata
@trianadewi_td