Jumat kemarin adalah waktunya aku menengok anakku di pesantren. Sudah hampir dua bulan tidak bertemu, karena covid, maka kemarin adalah hari yang kutunggu-tunggu. Menengoknya adalah sesuatu yang selalu membahagiakanku. Aku bersyukur akhirnya pihak pesantren memperbolehkan para wali santri untuk menengoknya. Yang kutengok adalah anakku yang nomer dua, Aisyah Ramadhani Anshory.
Anak hanyalah titipan. Kita sering sekali mendengar kata-kata itu. Sering mendengar tak lantas membuat banyak orang paham yaa.. Kadang-kadang kita masih sering memaksakan kehendak, masih sering menganggap mereka milik kita yang kita berhak mengaturnya sesuka kita, sesuai keinginan kita. Kita sering lupa bahwa mereka hanya titipan dan mereka juga punya keinginan dan impian sendiri.
Demkian juga dengan anakku ini. Aku sempat shock gara-gara anakku ini, Ais, demikian aku memanggilnya, tidak mau sekolah. Ais ingin ke pesantren dan ingin menjadi penghafal Qur'an saja. Padahal maksudku, aku ingin dia menyelesaikan SMAnya dulu, barulah nanti dia menghafal Qur'an. Tetapi ternyata dia keukeuh tidak mau, sampai bingung sekali aku waktu itu. Mana suamiku sudah meninggal sehingga tidak ads orang yang bisa kuajak tukar pikiran hiks..
Untunglah ada adikku yang membesarkan hatiku, dia bilang harusnya aku bersyukur mempunyai anak yang mau jadi penghafal Qur'an, kenapa aku justru galau. Ijazah gampang dicari bukan? Ya Allah aku seperti disadarkan, Ya Allah aku koq kedonyan tenan yooo...
Walaupun om-omnya dan tante-tantenya yang lain banyak yang tidak setuju, bismillah aku memilih untuk mengabulkan keinginan anakku. Aku mulai browsing dan mencari-cari pesantren yang khusus untuk menghafal Quran saja. Alhamdulillah berkat info dari seorang teman aku menemukan pesantren yang kucari itu.
Akhirnya aku mengantarkan anakku menuju ke pesantrennya. Pesantren yang sangat sederhana menurutku tapi aku bersyukur anakku mau mondok disitu. Aku juga berpesan kepada anakku bahwa aku tidak memaksanya untuk hafal dengan cepat, aku juga tidak mentargetkan apa-apa. Bahkan aku bilang, kalau ditengah jalan dia bosan menghafal, dia boleh pindah untuk bersekolah di sekolah umum. Sebegitunya pesanku karena aku memang was-was dia berubah pikiran. Ais baru lulus SMP aku tahu anak seumurannya tentulah masih labil jiwanya. Bisa jadi dia akan bosan dan lalu meminta pulang.
Tetapi hari berganti hari, bulan berganti bulan tak terasa sudah setahun lebih anakku mondok di pesantren itu. MasyaAllah dia tidak pernah mengeluh, sepertinya dia sangat menikmati mondok di pesantren itu. MasyaAllah tabarakallah. Bahkan di bulan Ramadhan kemarin, ketika semua panik pengen pulang karena corona, anakku memilih tetap di pesantren karena dia ingin segera menyelesaikan hafalannya. Ya Allah aku bersyukur sekali dia mempunyai tekad dan azzam yang kuat untuk menghafal.
Akhirnya tepat tanggal 7 Mei 2020 anakku bisa menyelesaikan hafalan 30 juznya. MasyaAllah tak terkira bahagiaku. Aku membayangkan pasti ayahnya bahagia disana, karena anakku berhasil memberikan mahkota kemuliaan itu. Aku bersyukur sekali akhirnya keputusanku untuk memenuhi keinginan anakku menjadi hafidzah sudah tepat. Walaupun dia tidak sekolah di sekolah formal, walaupun dia akan ketinggalan lulus dibanding teman-temannya, tapi bagiku dia sangat membanggakan. Aku sangat bersyukur sekali.
Senyum mbak ais menyambut kedatanganku |
Dan hari Jumat kemarin adalah waktunya aku melepaskan rindu. Melihat wajah cerianya, senyum manisnya itu sudah sangat melegakanku. Sekarang anakku masih melanjutkan mondok disitu dan alhamdulillah pesantrennya bekerja sama dengan beberapa sekolah, sehingga anakku selain menghafal Quran juga kelak ketika lulus bisa mendapatkan ijazah juga. MasyaAllah aku tak henti bersyukur atas semua karunia Allah ini.
Posting Komentar
Tengkyu udah blog walking here and nyempetin comment yaa...
Hakuna Matata
@trianadewi_td