Aku menyebut diriku sebagai last
minute worker alias deadliner. Maksud last minute worker disini adalah mengerjakan tugas atau menyelesaikan sesuatu
pada menit-menit terakhir menjelang deadline, menjelang batas akhir waktunya. Para
mahasiswa dulu juga sering mengatakan SKS atau sistem kebut semalam, tugasnya
sudah diberikan beberapa bulan yang lalu, tetapi kita mengerjakannya hanya
dalam waktu semalam saja. Walaupun harus gedubrakan
terburu-buru karena dikejar waktu, tetapi aku tetap saja melakukannya.
Kebiasaan jelekku ini sudah menjadi penyakit yang akut, bahkan kronis,
bersemayam pada diriku. Dan sudah kulakukan sejak SD bahkan sampai kini ketika
aku sudah beranak pinak menjadi seorang ibu. Penyakitku ini bukannya sembuh malah semakin parah.
Aku ingat pada waktu masih sekolah,
baik ketika SD, SMP ataupun SMA, ketika aku mendapat Pekerjaan Rumah, aku akan
mengerjakannya pada detik-detik terakhir ketika besok paginya akan dikumpulkan.
Begitu mendapat PR itu, aku cuma melihatnya sekilas, lalu aku akan menutupnya
bukannya langsung mengerjakan, apalagi kalau aku tidak bisa mengerjakan,
semakin malas aku mengerjakannya. Seminggu kemudian, ketika ada pelajaran itu lagi,
baru malamnya aku mengerjakannya, tentu saja dengan gedubrakan. Sudah kebal
telingaku bila ibuku sibuk mengomel, melihat aku begadang mengerjakan tugas.
Beliau pasti akan marah-marah, mengatakan aku tidak pandai membagi waktu, lebih
mendahulukan hal-hal yang tidak penting dan lain dan sebagainya. Maafkan aku,
Ibu. Ibu tidak tahu, ketika saat-saat terakhir seperti itulah sesungguhnya
tiba-tiba otakku menjadi encer dan aku mendapatkan kemudahan mengerjakan
semuanya. Yang semula aku tidak memahaminya maka tiba-tiba aku langsung seperti
mendapat kemudahan menyelesaikannya. Entahlah, aku sendiri tidak tahu mengapa
begitu.
Ketika aku duduk di bangku kuliah,
penyakit last minute workerku ini semakin parah saja. Apalagi aku tinggal di
tempat kost, tidak ada lagi Ibu yang selalu mengingatkan aku, apakah ada PR apa
tidak, apakah sudah mengerjakan tugas apa belum, dan masih banyak lagi. Belum
lagi nasehat ibu yang menyuruhku untuk memprioritaskan yang penting dahulu,
untuk pandai-pandai membagi waktu dan masih banyak nasehat ibu yang selalu
kudengarkan saja tetapi tidak kugubris. Yang ada hanyalah teman sekamarku yang
sibuk geleng-geleng kepala melihat aku tidak tidur semalaman mengerjakan tugas
yang harus segera dikumpulkan. Padahal sebetulnya tugas itu sudah diberikan
sebulan yang lalu, ouw kemana saja akuuu??...
Maka teman kostku sudah tidak heran lagi, bila mendengar suara mesin ketik, pada waktu itu komputer masih menjadi barang mewah, tak tik tuk tak tik tuk menghiasi malam hingga menjelang pagi. Yup, itu pasti aku sedang begadang. Padahal banyak teman sekelasku yang selalu rajin mengingatkan, sudah selesai belum tugasnya? sudah dapat belum referensinya? sudah dikerjakan sampai mana? Seperti biasa aku hanya menenangkan mereka dan mengatakan pasti selesai kalau waktunya dikumpulkan. Aku benar-benar tidak peduli, padahal Benjamin Franklin juga mengatakan “Don't put off until tomorrow what you can do today.” Yang intinya kita sebaiknya tidak menunda pekerjaan yang bisa diselesaikan hari ini. Tapi tetap saja aku menundanya.
Herannya aku juga selalu bisa mengumpulkan
tepat waktu dan mendapatkan nilai yang bagus. Entahlah, ketika saat-saat
menjelang deadline, tiba-tiba semua pikiranku terbuka, aku seperti dimudahkan
memahami tugas itu dan mengerjakannya dengan lancar. Padahal sudah seminggu aku
memikirkannya selalu tidak ada ide dan menemui jalan buntu, tetapi begitu mepet deadline, tiba-tiba saja ada jalan
keluar sehingga aku bisa dan selesai mengerjakannya. Beberapa teman mengatakan,
aku mengerjakan dengan terburu-buru saja, nilaiku sudah bagus, coba kalau aku
mengerjakan jauh-jauh hari sebelumnya pasti aku akan mendapatkan nilai yang
lebih sempurna lagi. Mereka tidak tahu, bahwa kalau jauh-jauh hari justru
otakku buntu tidak bisa menemukan jawabannya.
Ketika aku kuliah lagi, mengambil
program masterku, ternyata penyakitku semakin parah saja. Aku tetap mengerjakan
semua tugasku pada saat menjelang deadline dan tentu saja dengan gedubrakan. Padahal
aku sudah berumah tangga dan anakku sudah empat hehehe... Aku lupa bahwa banyak
hal yang tidak terduga bisa saja terjadi. Apalagi aku sudah berumah tangga.
Tetapi bagaimana lagi, aku memang tidak bisa mengerjakan bila belum mendekati
waktunya dikumpulkan.
Suatu saat aku pernah mendapat tugas
disuruh mencari contoh folktale dan
lalu menganalisanya. Tugas itu diberi waktu satu bulan. Selama sebulan aku browsing-browsing dan membaca-baca
banyak literatur, tetapi aku tetap tidak juga bisa mengerjakan tugasku. Eh
begitu besoknya mau dikumpulkan, ide cemerlang itu langsung datang. Sayangnya
tiba-tiba anakku sakit panas. Aku benar-benar kebingungan. Padahal besok hari
terakhir mengumpulkan, dan aku harus merawat anakku. Akhirnya dengan terpaksa
aku mengerjakannya sambil menggendong anakku, berdiri di depan meja, dengan
satu tangan mengetik di laptop, dan tangan satunya menggendong anakku. Suamiku sampai terheran-heran, koq masih saja
aku menunda-nunda pekerjaan, kan jadi susah kalau ada yang sakit atau ada
masalah lain. Suamiku, seperti ibuku dulu, juga tidak tahu bahwa ideku baru
datang kalau sudah menjelang waktunya deadline. Memang seringkali aku tidak pernah punya ide
mau menulis apa, tetapi begitu malam menjelang deadline langsung ide itu
bermunculan. Dan lancar sekali pula aku menuliskannya. Entahlah mengapa
demikian..
Kalau sudah deadline, terpaksa menulis dimana saja... |
Yang merugikan lagi, aku jadi sering
ketinggalan event-event lomba menulis yang penting. Aku memang rajin mengikuti
lomba menulis. Tetapi ya begitu deh, aku akan mengerjakannya begitu mepet
deadline. Jadi ketika tiba-tiba ada sesuatu masalah terjadi, akhirnya dengan
terpaksa aku batal mengikuti event itu. Tak jarang, aku baru mengerjakan satu
jam sebelum deadline, kalau tiba-tiba komputer ngadat, jaringan lemot, bisa
ditebak aku pasti gagal mengikuti event itu.
Ada teman yang sering mengatakan
padaku, bagaimana aku bisa mewujudkan impianku menjadi penulis terkenal bila
aku hanya mau menulis bila mood
datang saja? Seharusnya sebagai seorang penulis profesional, setiap hari aku
harus menulis. Sebaiknya aku meluangkan waktu untuk menulis entah setengah jam
atau satu jam agar menulis itu bisa menjadi kebiasaan yang terus kulakukan. Apa
yang dikatakan temanku ini memang betul, tetapi kenapa sulit sekali aku
melakukannya?
Kebiasaan jelekku menjadi last
minute worker ini memang bisa disebabkan karena aku kurang bisa membagi waktu
dengan baik, mungkin manajemen waktuku yang harus diatur ulang sehingga aku
tidak perlu menunda-nunda waktu ketika mengerjakan sesuatu. Padahal aku juga
sudah mengetahui bahwa waktu adalah pedang, kalau aku tidak bisa mengaturnya
dengan baik, maka tentu akan membahayakan diriku sendiri . Imam Syafi'i Rahaimahullah
pernah berkata:
الْوَقْتُ كَالسَيْفِ اِنْ لَمْ تَقْطَعهُ قَطَعَكَ
"Waktu itu bagaikan pedang, jikalau kamu tidak
bisa menggunakan pedang itu, maka pedang itu sendiri yang akan
menghunusmu."
Jadi kita
harus bisa mengatur waktu yang kita miliki. Berapa banyak pekerjaan kita, dan berapa
besar waktu yang kita punya harus kita atur sebaik-baiknya, agar semua
tanggungjawab bisa terpenuhi dan terlaksana.
Hasan Al Banna
mengatakan pula bahwa, ”Alwaajibatu
Aktsaru minal Auqoot.” Kewajiban yang dibebankan kepada kita itu lebih
banyak daripada waktu yang kita miliki. Ketika kita menunda menyelesaikan suatu
perkara, itu berarti kita sedang menumpuk-numpuk kewajiban. Semakin kita sering
menunda waktu maka semakin banyak timbunan pekerjaan yang harus kita
selesaikan, sehingga apabila kita menunda berarti kita hidup dalam
tumpukan-tumpukan kewajiban untuk diselesaikan dalam waktu yang lebih sedikit.
Jadi ingat sabda
Rasulullah yang berkaitan dengan pentingnya mempersegerakan suatu urusan “Bersegeralah melakukan perbuatan baik,
karena akan terjadi fitnah laksana sepotong malam yang gelap.” (HR. Muslim). ” Juga Ibnu umar yang
mengatakan “Bila engkau berada di sore hari, maka jangan menunggu datangnya
pagi, dan bila engkau di pagi hari, maka janganlah menunggu datangnya sore.”
Manfaatkan waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu. Kurang
apalagi coba, begitu banyak peringatan itu, tetapi masih susah bagiku untuk
menghilangkan kebiasaan buruk ini huhuhu...
Aku jadi
teringat lagu RAIHAN, sebuah kelompok nasyid, yang berjudul Demi Masa, yang liriknya sebagai berikut
:
Ingat lima
perkara sebelum lima perkara
Sehat sebelum
sakit
Muda sebelum tua
Kaya sebelum
miskin
Lapang sebelum
sempit
Hidup sebelum
mati
Maka dari
semua penjelasanku diatas, ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil dan harus
kujadikan tekad agar aku tidak lagi menjadi last minut worker:
1.
Jangan menunda-nunda pekerjaan
2.
Jangan membuang waktu percuma
3.
Aturlah jadwalmu dan patuhilah
4.
Buatlah skala prioritas mana yang harus didahulukan
mengerjakannya
5.
Usahakan fokus ketika mengerjakan sesuatu hal sehingga
kita memahaminya dan bisa menyelesaikannya dengan baik, tidak perlu menunggu mood datang.
Semoga semua
pengalaman yang sudah kuceritakan itu, bisa menjadikanku introspeksi dan
menjadikan ke depannya lebih baik lagi. Aku tahu bila ingin menjadi penulis
yang hebat, aku harus siap menulis kapan saja, tidak perlu menunggu waktu
deadline atau menunggu mood datang.
Selamat tinggal deadliner, good bye last minute worker. Semoga tekadku dan
azzamku yang kuat ini, bisa mengubah kebiasaan jelekku ini...
Posting Komentar
Tengkyu udah blog walking here and nyempetin comment yaa...
Hakuna Matata
@trianadewi_td